Kesibukan Bandar Udara
Tullamarine tidak pernah sepi. Bandara tersibuk kedua di Australia ini seolah
tidak pernah terhenti dalam setiap detik waktu berjalan. Berada di 23 kilometer
dari pusat kota Melbourne. Bandara ini dibuka pada tahun 1970 untuk
menggantikan Bandara Essendon di dekatnya.
Seorang laki-laki
gondrong berambut pirang layaknya seorang bule, duduk di ruang tunggu. Sebuah
buku dipegangnya dengan tangan kanan, sementara tangan kirinya memegang
selembar foto ukuran postcard yang kelihatan sudah usang, namun masih terlihat
jelas setiap objek dan orang yang ada di foto itu.
Sambil
menunggu waktu keberangkatan, si bule
menghapus kebosanannya dengan membaca buku yang ada di tangannya, sambil
sesekali melihat ke arah foto yang ada di tangan kirinya. Seolah ada sesuatu
yang menjadi misteri yang harus dipecahkannya dengan foto itu. Matanya terus
meilirik ke kiri dan kanan antara buku dan foto yang ada di kedua tangannya.
15
menit kemudian, waktu keberangkatan pun tiba. Diraihnya sebuah ransel besar
yang sebelumnya diletaknya di kursi sebelah kanannya. Si bule pun berangkat dan
melewati pemeriksaan bersamaan dengan
calon
penumpang lainnya.
Aceh
tujuannya kali ini. Sebuah provinsi di Indonesia yang pernah disinggahinya 25
tahun yang lalu, saat berusia 25 tahun dan bekerja sebagai tenaga teknisi dalam
project
pembangkit tenaga listrik. Namun hanya 2 tahun di sana, dia kembali ke negara
asalnya Australia dan ditempatkan di sebuah pembangkit tenaga listrik di sana.
Sambil
memegang tiket di tangannya, dia mencari nomor kursi sesuai yang tertulis di
tiketnya. Seorang wanita separuh baya ternyata sudah duduk di bangku
sebelahnya, sambil menjabat tangan diapun minta izin untuk duduk kursi sebelah
wanita itu.
“My name is Roby”, ucapnya sambil
menjabat tangan wanita itu.
“I’am Syukra”, jawab wanita itu.
Mereka saling bercerita
tentang tujuan perjalanan mereka, diketahui bahwa Syukra juga tujuan ke Aceh. Dengan demikian
tujuan mereka sama dan
kebetulannya
lagi, sama-sama bertujuan ke Kota Banda Aceh.
Lama
mereka ngobrol,
hingga Roby
tahu bahwa Syukra berasal
dari Banda
Aceh yang sedang menuntut ilmu di Negara Kanguru, dia mendapat beasiswa dari
pemerintah Australia. Roby pun menceritakan
bahwa dia baru saja ditinggal istrinya untuk selamanya.
***
Setelah
transit sesaat di Kota Medan dan berganti pesawat, penerbangan dilanjutkan,
kali ini langsung menuju ke Aceh. Perlahan pesawat mulai
turun, dari atas terlihat Bandara Internasional Sultan Iskandar Muda yang jauh
berubah dari 25 tahun yang lalu saat Roby pertama kali ke sini. Saat itu,
Bandara ini belum menjadi Bandara Internasional dan masih sangat sepi dibandingkan saat ini.
Pesawat landing dengan sempurna, Syukra dan Roby turun
dari pesawat bersamaan dengan penumpang lainnya. Tiba di ruang kedatangan,
Syukra telah dijemput oleh keluarganya, namun Roby masih bingung belum tahu mau
kemana.
Syukra dan keluarganya menawarkan Roby untuk ikut
dengannya, mulanya Roby menolak dengan alasan khawatir akan mengganggu
mereka. Syukra dan keluarganya meyakinkan Roby bahwa mereka senang jika Roby
mau ikut dengan mereka. Akhirnya Roby ikut dan berangkatlah mereka dengan sebuah mobil milik paman Syukra.
Syukra adalah anak bungsu dari 5 bersaudara.
Kakak-kakaknya semua sudah berkeluarga, namun Nyak Rinda, kakak keduanya kini
menjadi seorang janda setelah suaminya menjadi korban Tsunami pada 2004 lalu.
Nyak Rinda seorang wanita shalehah, selalu berkerudung dan berbusana muslimah,
menjadikan pemilik wajah ayu ini semakin mempesona siapa pun yang melihatnya
walau kini dia hanya seorang janda dan berkursi roda karena kedua kakinya
diamputasi akibat tragedi Tsunami yang mencederai kedua kakinya.
Keluarga Syukra
menawarkan Roby untuk singgah ke rumah mereka, sekedar beristirahat sebelum
melanjutkan pencariannya. Robi tak kuasa menolak, sehingga setengah jam
kemudian mereka sampai ke rumah Syukra yang terletak tidak jauh dari pusat kota
Banda Aceh.
Nyak Rinda jarang keluar
kamar sejak Roby di rumah itu, itulah sebabnya Roby nggak sempat menanyakan
namanya, hingga Roby bertanya pada Syukra tentang kakaknya itu, namun waktu itu
malah Roby ditertawakan oleh Syukra dan meminta Roby untuk bertanya langsung
pada orangnya. Roby pun nggak
memaksa, hingga sudah tiga
jam dia di rumah Syukra, Roby belum tahu siapa nama kakak Syukra tersebut.
Roby bersabar untuk menanyakannya, mungkin wanita itu akan keluar dari kamarnya sesaat lagi.
Paman Syukra menawarkan
Robi untuk menginap di rumah itu malam itu, besoknya dia akan membantu Robi
untuk menemukan sosok yang sedang dicarinya itu.
Malam harinya, sambil duduk dan beristirahat, Robi
ngobrol-ngobrol ringan
dengan keluarga Syukra, Roby menyampaikan maksud
kedatangannya ke Banda Aceh. Tentunya Syukra menjadi penerjemah mereka, karena paman dan keluarganya yang
lain nggak
fasih dalam berbahasa inggris, demikian juga dengan Roby, bule yang nggak bisa berbahasa Indonesia
sedikitpun.
Roby masuk ke kamar yang disediakan untuknya, sesaat
kemudian kembali sambil membawakan sebuah buku dan selembar foto usang di
tangannya. Sambil menikmati kopi yang disuguhkan, Roby menjelaskan tujuannya
datang ke sini sambil memperlihatkan buku dan foto yang dibawanya.
Mereka berebut melihat foto itu, begitu juga dengan Nyak
Rinda yang tiba-tiba keluar dari dalam kamarnya, dengan semangatnya dia
mendorong kursi roda dan mendekat ke pamannya yang sedang memegang foto itu.
Spontan Nyak Rinda terkejut, di foto itu seorang gadis sambil memegang tangan
adiknya yang berdiri di sebelah kanannya di depan Mesjid Raya Baiturrahman,
Kota Banda Aceh.
Nyak Rinda memandang lama foto itu, seolah tak percaya
dengan apa yang dilihatnya. Lalu foto itu dikembalikan pada pamannya dan dia bergegas kembali ke kamar.
Dengan berlinang air mata, seolah mengulang kembali sejarah masa lalu, dia
membuka lemari dan mengeluarkan sebuah buku diary dari dalamnya.
Dibukanya lembar demi lembar, hingga sampai pada halaman
yang dicarinya, yang menceritakan awal mulanya ia jatuh cinta pada seorang pria
asing yang berbeda keyakinan dengannya. Di dalam diary itu terungkap bahwa dia
sangat mencintai pria itu, mencintai karakter dan sikapnya, ya..seorang pria
bule berwajah tampan dari Australia. Kini Nyak Rinda tahu apa maksud kedatangan
Roby ke sini, dalam hatinya bertanya apakah Roby adalah Roby yang pernah
dicintainya waktu dia masih remaja? Sangat jauh berbeda bentuk fisiknya dengan
25 tahun yang lalu. Saat itu Nyak Rinda berusia 23 Tahun, tapi semua
dipendamnya malam ini. Nyak Rinda berpikir, besok akan diungkapkan pada Roby
tentang siapa yang ada di foto itu dan siapa dia sebenarnya.
Keesokan harinya, Roby meminta bantuan keluarga ini
khususnya Syukra sebagai penerjemah untuk membantunya menemukan orang yang ada
di foto yang selama ini dicarinya. Nyak Rinda pun ikut bersama mereka, maka
berangkatlah mereka menuju ke arah Ulee Lheu, demikian alamat yang disampaikan
Roby pada mereka.
Dalam perjalanan, Nyak Rinda duduk paling belakang dan
memilih untuk diam. Sesekali dia melirik ke arah Roby yang duduk di depannya,
dalam benaknya, apakah benar dia adalah pria yang pernah dicintainya dulu?.
Rumah demi rumah di kasawan Ulee Lheu telah mereka
datangi, sambil menunjukkan foto yang dibawanya, namun nggak ada yang mengenalnya,
apa lagi untuk bertemu dengan orang yang ada di foto itu. Ditambah lagi kondisi saat ini sudah jauh berbeda,
setelah diterjang Tsunami, semua berubah. Rumah-rumah penduduk, bangunan
perkantoran bahkan jalan-jalan kini jauh berbeda dari 25 tahun lalu.
Setengah
putus asa, Roby meminta Syukra dan keluarganya untuk
membawanya ke kapal PLTD Apung. Ternyata Roby pernah bekerja di sana beberapa
lama sebelum kapal dengan bobot 2.600
Ton itu dihempas Tsunami sejauh 3 kilometer dari tempat asalnya berlabuh. Tepat
di tengah pemukiman penduduk.
Kini kapal
raksasa ini menjadi salah satu tujuan wisata yang
menyimpan nilai
sejarah Tsunami yang
dahsyat, yang pernah terjadi di Kota Banda Aceh.
Tiba di sana, Roby seolah bernostalgia dengan tempat kerjanya dulu.
Kapal dengan tiga tingkat ini kini dijadikan sebagai
objek wisata bersejarah yang hingga kini banyak dikunjungi wisatawan dari dalam
dan luar negeri. Mereka naik hingga tingkat ketiga, di sana Roby dapat meilhat
kembali ruang dan tempat dulu
dia bekerja. Dari atas, mereka dapat menikmati indahnya
pemandangan Kota Banda Aceh.
Dengan kursi rodanya, Nyak Rinda hanya dapat menunggu
dengan sabar dari halaman depan kapal ini. Sebuah foto digenggamnya, rencananya
foto ini nanti akan ditunjukkan ke Roby untuk menjawab siapa yang dia cari
selama ini.
Setelah puas bernostalgia dengan mantan tempat kerjanya
itu, Roby menyatakan keputusasaannya untuk menemukan orang yang dicarinya.
Mungkin telah menjadi korban Tsunami, demikian ucapnya pada keluarga Syukra.
Namun sebelum kembali ke rumah, Roby minta diantarkan ke
Masjid Raya Baiturrahman, menurut pengakuannya, dia punya kenangan terindah di
sana, dia ingin sebelum kembali ke Australia, untuk dapat berkunjung ke sana,
walau hanya dari luarnya saja.
Tiba di sana, Roby seakan tak ingin beranjak pulang, lalu
Nyak Rinda berusaha mendorong kursi rodanya mendekati Roby. Sambil membawa
selembar foto dan diary di genggamnya.
Nyak Rinda memberikan foto itu pada Roby, Roby pun
tercengang, di dalam foto itu, terdapat gambar dirinya yang masih muda dengan
seorang gadis berdiri di luar pagar Masjid Raya Baiturrahman.
“Akulah orang yang
kamu cari selama ini”. Ucap Nyak Rinda dengan Bahasa Indonesia yang
kemudian diterjemahkan oleh Syukra.
Sekali lagi Roby tercengang seolah tak percaya dengan apa
yang terjadi, tak sedikitpun dia menyangka bahwa wanita pendiam itu adalah Nyak
Rinda yang selama ini dia cari.
Nyak Rinda pun membuka diary yang dibawanya, ternyata di
sana bertuliskan puisi cinta berbahasa inggris yang ditulis oleh Roby 25 tahun
yang lalu. Roby merogoh tas kecil yang diikat di pinggangnya, lalu mengeluarkan
sebuah buku yang dibawanya bersamaan dengan foto usang dari negara asalnya.
Ternyata buku itu adalah sebuah diary yang salah satu halamannya bertuliskan
puisi cinta yang dituliskan Nyak Rinda 25 tahun yang lalu dalam bahasa
Indonesia.
Syukra pun terpana ketika Nyak Rinda menjelaskan bahwa bocah kecil
yang dipegang tangannya dalam foto itu adalah dirinya saat masih kecil. Dengan
baju merah dan celana hitam sambil tersenyum ke kamera, ternyata yang memegang kamera dan mengambil
foto itu adalah Roby.
Semua terjadi seperti kebetulan, namun sebagai seorang
shalehah, Nyak Rinda yakin, semua ini terjadi dengan Kekuasaan Allah. Hingga
mereka menemukan kembali cintanya, setelah sekian lama berpisah dengan
kehidupan dan kebahagiaan bersama orang lain. Namun Masjid Raya Baiturrahman
itu menjadi saksi sebagai tempat bertemunya cinta mereka untuk pertama hingga
saat ini.
Roby pun kagum dan mulai tertarik dengan islam, setiap
hari dia bertanya dan dibimbing oleh Nyak Rinda, hingga dia merasa mantap dan ikhlas menerima Islam,
Roby
menyampaikan keputusannya untuk masuk islam dan ingin menjadi seorang muslim yang taat.
Keinginannya yang kuat terkabulkan, setelah pensyahadatan
di Masjid Raya Baiturrahman yang kemudian juga menjadi tempat dia dan Nyak
Rinda melangsungkan pernikahan yang suci dan sah bersama islam yang membawa
kebahagiaan dunia dan akhirat bagi mereka.

1 Komentar
Suka dengan kisah ini; ada sisi emosional yang membuat pembaca jadi penasaran tentang kisah selanjutnya.
BalasHapus