Tulis Saja Dulu
Idenya ada, bahkan banyak, tapi mulai dari mana ya? bagaimana caranya ya? apa yang pertama kali harus saya tulis ya?, bagaimana struktur kalimat yang benar ya?. Seperti itulah yang ada di benak saya saat pertama kali berencana menulis novel pertama saya yang berjudul Untaian Kalimat Cinta. Berhari-hari dan bahkan berbulan-bulan tidak ada satu pun kata atau kalimat yang tertulis. Setiap kali saya nyalakan komputer (waktu itu saya belum punya laptop) selalu muncul pertanyaan-pertanyaan di mulai dari mana?, tulis apa?, seperti apa?, bagaimana?.... terus berlanjut seperti itu hingga kemudian akhirnya main game 😀.
Maka melalui artikel ini izinkan saya untuk sedikit berbagi pengalaman yang berkaitan dengan hal ini saat saya menulis novel Untaian Kalimat Cinta.

Pertanyaan-pertanyaan itu terus menghantui kepala saya hingga akhirnya saya sadar, bahwa kalau terus-terusan begini, kapan novel saya bisa selesai?. Pertanyaan sederhana ini menjadi titik start saya sebagai penulis pemula waktu itu. Ya, semua penulis yang terkenal hari ini pasti mereka juga memulai dengan status "Penulis Pemula". Mustahil mereka langsung menjadi profesional ya kan?. Jika anda menjawab "Iya", mulai lah menulis sekarang. Ya sekarang atau paling telat setelah anda selesai membaca artikel ini.
Seorang petinju profesional juga memulai karirnya sebagai petinju amatir yang harus menggunakan helm dan alat pelindung dada, benar kan? 😅😅. setelah kenyang dengan karir amatirnya, baru kemudian dia berani naik kelas profesional yang bertarung hanya dengan menggunakan celana pendek, sarung tinju pelindung gigi.
Kenapa enggak besok saja mulai menulisnya? karena besok tidak pernah berakhir. Selalu ada besok setelah besok, besok lagi dan besok lagi, hasilnya buku kamu tidak akan pernah tertulis walau satu kalimat pun. maka tidak ada solusi lain untuk mulai menulis buku anda kecuali mulai menulis sekarang.
Bayang-bayang pikiran memang selalu menghantui, takut tulisan jelek, takut tulisan enggak nyambung, enggak percaya diri, takut ditolak penerbit, takut kalah saing, takut ditertawakan teman, takut diejek keluarga. Padahal itu semua hanya ada di pikiran kita, bisa jadi begitu orang-orang tahu, terutama keluargamu bahwa kamu sedang memulai menulis buku, mereka akan mendukung sepenuhnya.
Kenapa harus langsung ditulis?
Ide bisa datang kapan saja, bahkan secara tiba-tiba. Sebaliknya ide juga bisa hilang begitu saja bahkan tanpa berbekas, karena fitrah manusia memang "spesialis lupa". Namun hal ini dapat diatasi dengan segera menulis ide tersebut di sebuah buku catatan. Saya biasa membawa buku catatan kecil ke mana pun saya pergi. Karena ya itu tadi, ide enggak bisa direncanakan kapan akan datang.
![]() |
| Image by Pexels from Pixabay |
Sebenarnya bisa saja menggunakan aplikasi-aplikasi catatan di smartphone. Namun bagi saya pribadi lebih memilih menulis ide-ide di buku catatan kecil dengan pulpen dan tangan sendiri. Karena akan berbeda saat kita menulis dengan tangan, ketika saraf-saraf tangan kita bergerak sesuai dengan yang diperintahkan otak berkolaborasi dengan aliran darah yang mengalir menghasilkan getaran semangat dan motivasi tersendiri untuk menulis dan mengembangkan ide tersebut. Sangat berbeda jika kita menulis ide dengan mengetiknya di smartphone, getaran semangatnya tidak mengalir.
Tapi tentunya hal ini kembali ke individu masing-masing, jika memang nyaman dan tetap semangat menggunakan aplikasi catatan di smartphone, silakan. Intinya setiap ide yang muncul harus sesegera mungkin ditulis, jika tidak, ide itu akan hilang begitu saja.
Baca Buku Sebanyak-banyaknya
Pada saat kita sudah mulai menulis, pasti akan sampai juga pada titik "bingung mau tulis apa lagi". maka untuk mengatasi hal itu, bisa dengan banyak membaca buku baik fiksi maupun non-fiksi. kenapa? karena dengan membaca buku, akan muncul banyak ide dan inspirasi lainnya yang dapat kita tuangkan ke dalam tulisan kita. Sebaliknya jika malas membaca, maka kita akan sangat mudah menyerah sehingga buku kita "tidak pernah ada" walaupun kita sudah mulai menulisnya.
![]() |
| Image by Kari Shea from Pixabay |
Kenapa harus baca buku fiksi dan non-fiksi? baca buku fiksi seperti novel, cerbung, cerpen itu untuk mengisi hati dan memperbaiki perasaan dan mood menjadi lebih baik. Buku-buku fiksi dapat memperkaya kosakata, ide cerita, gaya menulis dan kita dapat belajar dari penulis lainnya bagaimana mereka membangun alur cerita dan penggunaan kalimat dengan baik. Hal ini dapat kita adopsikan pada tulisan kita. Membaca buku fiksi juga dapat memperkaya hati, kisah-kisah atau alur cerita yang kita baca terkadang justru dapat mengubah sudut pandang kita pada suatu hal dan bahkan dapat mengubah karakter kita menjadi lebih baik dalam kehidupan sehari-hari.
Lantas bagaimana dengan buku non-fiksi?. Jika buku fiksi untuk mengisi dan memperkaya hati, maka buku fiksi untuk mengisi dan memperkaya otak (isi kepala). Terkadang kebingungan yang kita alami saat menulis adalah keterbatasan ilmu pengetahuan kita yang berkaitan dengan apa yang sedang kita tulis. Maka membaca buku non-fiksi menjadi solusi untuk mengatasi masalah ini. Saat membaca buku non-fiksi kita bakalan menemukan hal-hal baru yang belum kita ketahui sebelumnya, yang dapat kita ambil untuk dikaitkan dengan naskah yang sedang kita tulis.
Membaca buku-buku fiksi dan non-fiksi juga saya lakukan saat menulis novel Untaian Kalimat Cinta. Sering kehabisan ide, kehilangan mood menulis, bingung ceritanya mau "dibawa kemana?", tidak tahu bagaimana setting tempat sebagai latar cerita di Jepang, ini lah yang sering saya alami. Dengan terus membaca buku fiksi dan non-fiksi Alhamdulillah semua tantangan teratasi hingga novel Untaian Kalimat Cinta terbit.
Khawatir Tulisan Pertama Jelek
Saran saya, enggak usah khawatir, karena memang pasti jelek 😂😂😂😂 (Bercanda). Semua penulis terkenal hari ini bisa dipastikan tulisan pertama mereka tidak sebagus tulisan mereka akhir-akhir ini, kenapa?. Karena umumnya setiap penulis saat menulis tulisan pertama itu mereka pasti "Tulis Saja Dulu". Karena jika mereka fokus menulis untuk hasil bagus tanpa cela, maka tulisan mereka enggak akan pernah jadi.
Namun sebagai pemula, muncul rasa khawatir tulisan jelek itu manusiawi sih, khawatir ditertawakan teman dan bentuk-bentuk kekhawatiran lainnya itu memang hal lumrah terjadi. Cara hadapinya?. "Tulis Saja Dulu", ya tulis saja dulu, ini yang saya lakukan saat menulis novel Untaian Kalimat Cinta, saya khawatir dialog Bahasa Jepangnya salah, khawatir salah saat menjelaskan setting tempat tokoh Aidil, Asuka Asami, Ayumi Hamasaki dan Maulidia berjumpa di Taman Tenryuji yang dikelilingi pegunungan Arashiyama. Tapi akhirnya saya enggak lagi memperdulikan kekhawatiran itu, saya lakukan riset lokasi, cari informasi yang berkaitan dengan tempat yang akan saya tulis, lalu saya tulis saja dulu sambil terus berusaha percaya diri dan berusaha merasakan sensasi bahwa saya adalah penulis profesional dan Writer of the Year 😄😄😄.
Jangan bandingkan dengan tulisan penulis profesional
Setelah membaca buku baik fiksi maupun non-fiksi, lanjut tulis saja dulu, jangan pernah berpikir untuk membuat tulisanmu bagus sebagus penulis profesional. Jika perbandingan ini kamu lakukan, maka sama saja, kamu akan berhenti menulis dan bukumu enggak akan pernah ada. Baiknya memang jangan pernah membandingkan tulisanmu dengan siapa pun. Namun kita bisa mengambil inspirasi dari tulisan buku yang pernah kita baca untuk dituangkan dalam naskah kita.
Jika memang mau membandingkan, boleh saja bandingkan dengan karya-karya penulis pemula lainnya. dengan tujuan untuk melihat kualitas dari tulisan kita. Jangan dengan penulis profesional, enggak apple to apple jadinya 😄.
Seperti yang saya lakukan saat menulis novel Untaian Kalimat Cinta. Sebelumnya saya membaca novel Ketika Cinta Bertasbih dan Ayat-Ayat Cinta yang keduanya merupakan karya Kang Abik (Habiburrahman El Shirazy). Kedua novel ini menjadi inspirasi munculnya action untuk langsung memulai menulis novel Untaian Kalimat Cinta yang idenya muncul saat hari ketiga Tsunami Aceh pada akhir 2004 lalu.
Saat saya menulis novel, sering sih muncul keinginan untuk membandingkan novel Untaian Kalimat Cinta dengan novel Ketika Cinta Bertasbih dan Ayat-Ayat Cinta. Namun seketika juga saya ingat bahwa novel saya tidak pernah selesai jika saya banding-bandingkan dengan karya novel sekelas Kang Abik. Jadi, berhenti membanding-bandingkan, tulis saja dulu nanti baru dipikirkan lagi.
Jangan Beri Tahu Temanmu yang Enggak Suka Dunia Menulis
Ini sering menjadi hal fatal yang sering dilakukan pemula, bukan hanya sebagai penulis pemula termasuk juga pada profesi-profesi lainnya. Menceritakan atau memberitahukan kepada orang-orang yang tidak berminat dengan profesi yang akan kita mulai, baik tentang apa yang ingin kita capai, apa impian kita dan apa yang akan kita lakukan adalah hal yang sia-sia. Bahkan lebih parahnya lagi jika mereka nyinyir dan menertawakanmu maka besar kemungkinan motivasimu akan terkikis, malu dan bukumu enggak akan pernah ada.
Jika ingin menceritakan atau memberitahu tentang impianmu menjadi penulis, ceritakan pada orang yang menurutmu mereka itu paham dunia kepenulisan atau kamu yakin mereka pasti akan mendukungmu. Jika kamu menceritakan pada orang yang tepat itu sih bagus, malah dapat lebih menambah motivasi untuk menyelesaikan tulisan-tulisanmu. Namun ya..itu tadi, kamu harus hati-hati untuk memilih orang-orang yang tepat. Jika salah, bukannya motivasi yang kamu dapat, malah kamu akan terjerembab, tersungkur jatuh tak sanggup bangun lagi 😄.
Saat saya menulis novel Untaian Kalimat Cinta, saya enggak pernah menceritakan pada siapa pun. Karena saya belum yakin kuat untuk menerima respon orang-orang di sekitar saya. Maka saya memutuskan action in silence, sehingga saat novel Untaian Kalimat Cinta berhasil saya selesaikan dan terbit, baru saya memberitahukan keluarga dan orang-orang terdekat sambil memperlihatkan langsung cetakan novel pada mereka.
![]() |
| Karken | Penulis Novel Untaian Kalimat Cinta |
Alhamdulillah cara ini cukup efektif, kini keluarga, kedua orang tua dan kakak-kakak saya sangat mendukung dan terus memotivasi penuh agar saya menjadi penulis profesional. Kakak saya menjadi orang pertama yang membaca sampai selesai novel Untaian Kalimat Cinta, responnya pun luar biasa positif dan mendukung saya untuk menulis karya-karya novel berikutnya.
Jangan Edit Dulu
Salah satu kesalahan yang pernah saya lakukan saat menulis novel Untaian Kalimat Cinta, saya sering membaca kembali setiap paragraf yang baru selesai saya tulis. Hasilnya novel saya lama enggak selesai karena setiap saya membaca kembali paragraf itu, selalu ada kalimat atau kata-kata yang menurut saya tidak cocok dan saya selalu berusaha memperbaikinya. Jadinya tulisan saya di situ-situ saja dan nyaris tanpa ada perkembangan.
Setelah saya belajar dan tahu bahwa hal ini merupakan hal yang enggak perlu dilakukan saat sedang menulis, baru lah saya mulai meninggalkan kebiasaan mengedit sambil menulis itu. Alhamdulillah naskah novel bisa selesai. Setelah semua alur cerita selesai saya tulis, baru kemudian saya membaca ulang dari awal hingga akhir sambil mengedit jika ada typo atau penggunaan kalimat yang perlu diperbaiki. Terbukti cara ini lebih efektif.
Tulis Saja Dulu, Agar Bukumu Ada
Sudah siap untuk mulai menulis?. Tulis saja dulu. Abaikan dulu pemahamanmu tentang tata bahasa, struktur kalimat, kalimat baku, kalimat pasif, kalimat aktif atau apa pun itu. Lupakan saja dulu, fokuslah tulis apa yang ada dan terlintas di kepalamu. Nanti ada waktunya kamu untuk membaca kembali dan memperbaiki kekurangan-kekurangan yang kamu temukan.
![]() |
| Cover Novel Untaian Kalimat Cinta |




2 Komentar
Terimakasih artikelnya, membuat semangat penulis pemula.
BalasHapusSama-sama, semoga bermanfaat ya. Ayo sama-sama menjadi penulis hebat dan bermanfaat
Hapus